Selasa, 17 Juli 2018

Sisa Makanan Ternyata Memicu Perubahan Iklim. Kok Bisa?



Solusi untuk mengurangi membuang makanan ini menurutnya makan secukupnya dan makan sampai habis. Kata kunci yang digunakan dalam serangkaian kampanye yang dilakukan mahasiswa FISIP angkatan tahun 2015 bersama Yayasan Wisnu melalui media sosial dan puncaknya dalam perayaan bertajuk Ruang Makan, Minggu (01/07/2018) di Bokashi Farm, Denpasar.

Sisa makanan tak hanya terjadi saat makan. Namun dimulai sejak distribusi bahan makanan sampai proses pengolahan. Lia merangkum sejumlah pendapat ahli jika bahan makanan mulai terbuang ketika melewati proses transportasi, ada yang rusak dan terseleksi sebelum diletakkan di ruang pajangan toko. Kemudian terbuang saat proses pengolahan, seperti salah potong dan seleksi lagi. Puncaknya saat makan.

Ia mengutip riset organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) pada 2011, jumlah sisa makanan dalam setahun terbuang sekitar 3 ton dan ini bisa bantu warga yang krisis pangan. “Bayangkan kalau krisis pangan bisa terjadi 2050. Cari makan susah bisa tawuran dulu,” sebutnya.

Catur Yudha Hariani, pegiat pengelolaan sampah dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali mengingatkan jejak ekologi dari apa yang kita makan. Semua bahan baku memerlukan sumber daya alam seperti air, matahari, dan energi lain untuk mendistribusikannya. Perjalanan panjang ekologi ini berakhir di meja makan dan ironis jika terbuang percuma.